Wednesday 25 November 2009

Pengakuan Anak

Suatu hari ada seorang datang menanyakan perihal anak yang di lahirkan di luar perkawinan apakah dapat diakui oleh ayahnya ?

Menurut sistem yang dianut oleh BW(Burgerlijk Wetboek) dengan adanya keturunan di luar perkawinan saja belum terjadi suatu hubungan keluarga antara anak dengan orang tuanya. Barulah dengan “Pengakuan” (erkenning) lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibat-akibatnya (terutama dalam hak mewaris) antara anak dengan orang tua yang mengakuinya. Tetapi hubungan kekeluargaan antara anak dengan keluarga si ayah atau ibu yang mengakuinya belum juga ada. Hubungan ini hanya dapat diletakkan dengan “pengesahan” anak (wettiging) merupakan tindak lanjut dari adanya “pengakuan”.

Syarat dari diajukannya pengesahan, diharuskan kedua orang tua yang telah mengakui anaknya, kawin secara sah. Pengakuan yang dilakukan pada hari pernikahan juga membawa pengesahan anak. Apabila kedia orang tua yang telah kawin belum melakukan pengakuan terhadap anaknya yang lahir sebelum pernikahan, pengesahan anak itu hanya dapat dilakukan dengan surat-surat pengesahan oleh Kepala Negara. Dalam hal ini Presiden harus meminta pertimbangan Mahkamah Agung. Pengakuan anak tidak dapat dilakukan secara diam-diam, tetapi harus di muka Pegawai Pencatatan Sipil, dengan pencatatan dalam Akta kelahiran anak tersebut, atau dalam akte perkawinan orang tuanya(yang berakibat pengesahan) atau dalam suatu akte tersendiri dari Pegawai Pencatatan Sipil, bahkan dibolehkan juga dalam akte notaris.

Bahwa Undang-undang tidak membolehkan pengakuan terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perbuatan zina (overspel) atau yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang yang dilarang kawin satu sama lain.

Listiana Advokat.

Ref.: “Pokok-pokok Hukum Perdata” oleh Prof. Subekti, S.H.

No comments: